Sabtu, 11 Maret 2017

Suku Maori

Suku Maori adalah nama penduduk asli Selandia Baru, dan bahasanya. Kata māori artinya adalah "normal" atau "biasa" dalam bahasa Māori dan merujuk pada makhluk-makhluk hidup yang berbeda dari Dewa-Dewi. Kata "Māori" memiliki banyak kerabat dalam bahasa Austronesia lainnya seperti bahasa Hawaii. Kata maoli dalam bahasa Hawaii artinya adalah asli, pribumi, benar atau nyata. Nama ini juga merupakan nama bangsa dan bahasa Kepulauan Cook, yang disebut sebagai Māori Kepulauan Cook. Kata ini juga memiliki kerabat dalam bahasa Jawa: (ma)urip yang berarti "hidup". Kata hidup sendiri dalam bahasa Melayu juga merupakan kerabat kata ini.

Bahasa suku Māori (atau Bahasa Maori, dalam bahasa ini sendiri: Te Reo Māori) adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa Maori, suku asli di Selandia Baru (dalam bahasa Māori sering dinamai Aotearoa). Sebagai bagian subrumpun Oseanik dari rumpun bahasa Austronesia, bahasa ini memiliki hubungan erat dengan bahasa Rarotonga (Kepulauan Cook) dan Tahiti, hubungan sedikit lebih jauh dengan bahasa Hawaii, dan lebih jauh lagi dengan bahasa Samoa dan Tonga.

suku maori

Sejak datangnya suku Maori ke Selandia Baru hingga sebelum masa kolonialisasi oleh Kerajaan Inggris, bahasa Māori adalah bahasa yang dominan di wilayah tersebut. Mulai tahun 1860-an, bahasa Māori mulai terdesak oleh bahasa Inggris yang dibawa oleh para pemukim dari Inggris, yang mencakup misionaris, pencari emas dan pedagang. Di akhir abad ke-19, sistem pendidikan Inggris mulai diperkenalkan bagi seluruh penduduk Selandia Baru, dan dari tahun 1880-an penggunaan bahasa Māori di sekolah dilarang. Semakin banyak orang Māori yang belajar bahasa Inggris karena keharusan dan karena prestise dan kesempatan yang didapatkan dari kemampuan berbahasa Inggris. Namun, sampai masa Perang Dunia II, banyak orang Māori masih menggunakan bahasa Māori sebagai bahasa ibu. Pada zaman itu, Bahasa Māori digunakan saat beribadah di gereja, di rumah, untuk pertemuan-pertemuan politik dan banyak koran diterbitkan dalam bahasa ini.
Bahkan hingga tahun 1930an, anggota parlemen dari kalangan Māori dirugikan karena hingga zaman itu, semua pertemuan di parlemen Selandia Baru hanya menggunakan bahasa Inggris. Dalam periode ini, jumlah pembicara bahasa Māori menurun drastis hingga pada tahun 1980an, kurang dari 20% dari orang Māori bisa berbahasa Māori dengan cukup baik seperti layaknya sebagai bahasa ibu. Bahkan dari jumlah tersebut, banyak yang tidak menggunakan bahasa Māori di rumahnya lagi.
Mulai tahun 1980an, para pemimpin suku Māori mulai menyadari bahaya hilangnya bahasa mereka, yang dapat berakibat buruk pada identitas budaya suku Māori. Kebudayaan Māori yang mulai pupus dicoba diangkat melalui program-program yang salah satu bagian utamanya adalah program penghidupan kembali bahasa Māori. Program-program tersebut antara lain gerakan Kōhanga Reo yang mengajarkan bahasa Māori sejak dini hingga usia sekolah. Program ini kemudian diikuti dengan pendirian Kura Kaupapa, sekolah dasar dalam bahasa Māori.
Bahasa Māori termasuk rumpun bahasa Polinesia. Ahli bahasa mengklasifikasikan bahasa ini ke dalam golongan bahasa Polinesia Timur, subgroup bahasa-bahasa Tahiti, yang mencakup bahasa Rarotonga yang digunakan di Kepulauan Cook, bahasa Tahiti yang digunakan di Tahiti. Bahasa ini juga berhubungan erat dengan bahasa Hawaii dan bahasa Rapa Nui yang digunakan di Pulau Paskah. Walaupun bahasa-bahasa Polinesia ini berhubungan erat, bahasa-bahasa tersebut bukan sekadar dialek dari satu bahasa yang sama, melainkan benar-benar bahasa yang berbeda. Bahasa-bahasa tersebut sudah terpisah dan berkembang sendiri-sendiri selama berabad-abad, sehingga kecil kemungkinan pembicara satu bahasa Polinesia dapat mengerti bahasa Polinesia lainnya. Namun, sejarah mencatat bahwa dalam perjalanannya ke Selandia Baru di akhir abad ke-18, Kapten James Cook dapat berkomunikasi secara efektif dengan bangsa Māori menggunakan penerjemah orang Tahiti.
Pada dasarnya, Bahasa Māori hanya digunakan di Selandia Baru. Penggunanya mencapai 100.000 orang, hampir semuanya keturunan Māori. Perkiraan jumlah pembicaranya bervariasi: sensus penduduk tahun 1996 mencatat ada 160.000 orang, sementara perkiraan lain menyebutkan jumlah yang lebih rendah hingga hanya 50.000. Tingkat kemahiran orang-orang yang mengaku bisa berbahasa Māori tidak diketahui. Orang yang hanya bisa berbahasa Māori kemungkinan hanya sedikit sekali jumlahnya, berkisar belasan orang. Tetapi, cukup banyak orang yang belajar bahasa Māori lebih dahulu sebelum bahasa Inggris, karena bahasa Māori bertahan sebagai bahasa komunitas di beberapa pemukiman terpencil di daerah Northland, Uruwera dan East Cape. Bahasa Māori dapat dikatakan berhenti menjadi bahasa yang hidup di masyarakat sejak zaman pasca perang, ketika terjadi urbanisasi besar-besaran populasi Māori ke kota-kota.
Bagi orang awam: bahasa Māori memiliki lima vokal pendek seperti pada bahasa Indonesia (a, e, i, o, u) dengan "e" teleng seperti pada kata "bebek" (bukan "e" pepet seperti pada "ketam"). Selain itu, bahasa Māori memiliki lima vokal panjang seperti pada bahasa Italia dan Jepang. Bunyi vokal panjang ini pada masa kini umumnya dilambangkan dengan macron di atas vokal yang dipanjangkan (contoh: "a" menjadi "ā"). Semua vokal dapat digunakan berpasangan kecuali "uo". Bunyi vokal bahasa Māori umumnya relatif sulit bagi pembicara bahasa Inggris namun bagi pembicara bahasa Indonesia/Melayu, kesulitan yang berarti mungkin hanya membedakan antara vokal pendek dan panjang.
Umumnya, pelafalan konsonan dalam bahasa Māori mirip dengan bahasa Indonesia/Melayu, termasuk dalam pelafalan konsonan <ng>. Konsonan <wh> diucapkan secara bervariasi, namun umumnya dilafalkan seperti bunyi "f" atau "h" yang lemah, dengan posisi bibir atas dan bawah saling bertemu (bilabial). Pada masa kini, banyak juga yang mengucapkannya persis seperti huruf "f" saja (labiodental).
Suku kata dalam bahasa Māori memiliki bentuk VVVKV atau KVV. Dua bunyi konsonan tidak didapati berturutan (ng dan wh adalah masing-masing satu bunyi konsonan), dan tidak ada suku kata yang berakhir dengan konsonan. (Aturan ini diterapkan pada transliterasi nama-nama dari bahasa asing, seperti Perehipeteriana "Presbiterian". Semua kombinasi KV digunakan kecuali whowowu dan whu yang hanya muncul pada beberapa kata serapan dari bahasa Inggris seperti wuru "wol" dan whutoporo "sepak bola" (dari kata football).
Kosakata bahasa Māori relatif terbatas; hampir semua kata-kata pendek (1-4 huruf) yang mungkin dibuat sudah memiliki arti, sehingga pengucapan yang jelas sangat penting.
Dialek dalam bahasa Māori tidak menghalangi kemampuan untuk saling mengerti pembicaraan masing-masing pengguna dialek. Ada variasi regional dalam pelafalan dan aksen, namun pada dasarnya bahasa Māori adalah satu bahasa yang sama di seluruh negeri.
Perbedaan pelafalan yang utama adalah:

  • suku-suku (iwi) di Wanganui dan Taranaki tidak menggunakan huruf h atau menggantinya dengan bunyi hamzah/glottal stop; mereka juga mengganti bunyi wh dengan w saja
  • suku Tuhoe dan sebagian orang di daerah Eastern Bay of Plenty mengucapkan ng sebagai n
  • di sebagian daerah ujung utara P. Utara, lafal wh lebih bilabial daripada di daerah lain
  • di daerah selatan P. Selatan, digunakan varian bahasa Māori dialek Kāi Tahu
Tidak ada sistem tulisan asli bahasa Māori. Para misionarislah yang pertama kali mencoba menuliskan bahasa ini menggunakan alphabet Latin sejaka 1814. Pada tahun 1820, Profesor Samual Lee dari Universitas Cambridge bekerjasama dengan seorang kepala suku bernama Hongi Hika dan saudara mudanya Waikato untuk membuat sistem tulisan Māori secara sistematis. Usaha mereka menggunakan ejaan fonetis berhasil dengan sukses, dan bahasa tulis Māori tidak banyak berubah sejak saat itu. Perubahan kecil yang dibuat kemudian hanyalah pembedaan tulisan untuk bunyi w dan wh serta penambahan macron di akhir abad ke-19, walaupun penggunaan macron secara umum baru mulai terbiasakan pada abad ke-20. Melek huruf menjadi konsep baru yang menarik yang disambut gembira oleh bangsa Māori. Para misionaris melaporkan bahwa pada tahun 1820-an, orang Māori di seantero negeri saling mengajarkan baca tulis satu sama lain, menggunakan peralatan seadanya seperti daun dan arang, pahatan kayu, dan kulit binatang, bila kertas tidak tersedia.
Bahasa Māori memiliki status bahasa resmi (bersama dengan bahasa Inggris) di Selandia Baru. Kebanyakan lembaga pemerintahan dan departemen kini memiliki nama dalam bahasa Māori juga, seperti Te Tari Taiwhenua "Departemen Dalam Negeri", Te Papa Atawhai "Departemen Lingkungan Hidup (Konservasi)". Kantor pemerintah lokal dan perpustakaan umum memasang tanda-tanda dalam dua bahasa. Kantor Pos juga mengenali nama tempat dalam bahasa Māori sebagai alamat surat. Pendanaan dari negara untuk pengajaran bahasa Māori memastikan bahwa bahasa ini dapat dipelajari sebagai mata pelajaran pilihan di semua sekolah negeri dan sejak bulan Maret 2004, sebuah program TV Māori yang beberapa siarannya menggunakan bahasa Māori mulai mendapatkan dana dari pemerintah. Pada masa kini, orang menganggap bahwa pelestarian bahasa adalah tanggung jawab pemerintah, sebagai bagian dari interpretasi atas Perjanjian Waitangi. Masih terlalu dini untuk menilai apakah usaha-usaha menghidupkan kembali bahasa ini sudah berhasil.

Suku Maori Taranaki yang tinggal di Port Nicholson (kini Wellington telah bertemu untuk membahas tempat yang tepat untuk diserbu. Invasi besar-besaran Samoa atua Kepulauan Norfolk sempat dipertimbangkan pada awal tahun 1835, namun pada akhirnya mereka memutuskan untuk menyerang Kepulauan Chatham karena lebih dekat dan mereka tahu bahwa Moriori memiliki hukum anti kekerasan. Maka pada tahun 1835 suku Maori Taranaki mulai menyerbu Kepulauan Chatham. Mereka memiliki senapan dan memperbudak, membunuh, dan memakan orang Moriori. Para tetua Moriori berkumpul di permukiman yang disebut Te Awapatiki. Walaupun tahu bahwa suku Maori cenderung membunuh dan memakan suku yang telah ditaklukan, dan walaupun beberapa tetua telah memperingati bahwa hukum Nunuku pada saat itu sudah tidak tepat, dua kepala suku yang bernama Tapata dan Torea menyatakan bahwa "hukum Nunuku bukan strategi bertahan yang dapat diubah-ubah jika keadaan berubah; hukum ini adalah kewajiban moral.Akibatnya, seperti yang dikatakan oleh orang Moriori yang berhasil bertahan: "[Maori] membunuh kita seperti domba.... [Kita] ketakutan, melarikan diri ke semak-semak, bersembunyi di lubang di bawah tanah, dan di tempat manapun untuk melarikan diri dari musuh kita. Hal tersebut tidak berguna; kita ditemukan dan dibunuh - laki-laki, perempuan, dan anak-anak tanpa pandang bulu." Penakluk Maori juga menjelaskan, "Kita mengambil barang milik... sesuai dengan adat kami dan kami menangkap semua orang. Tidak ada satu pun yang lolos.Para penyerbu membunuh 10% penduduk dalam ritual. Setelah Moriori ditaklukan, Maori melarang penuturan bahasa Moriori. Mereka memaksa orang Moriori merusak tempat suci mereka dengan membuang air kecil dan besar di tempat tersebut.Moriori juga dilarang menikahi orang Moriori. Semuanya menjadi budak penyerbu Maori. Banyak perempuan Moriori yang melahirkan anak dari orang Maori. Sejumlah perempuan Moriori menikah dengan orang Maori atau Eropa. Beberapa diambil dari Chatham dan tidak pernah kembali. Hanya 101 orang Moriori yang masih hidup pada tahun 1862 (sementara jumlah sebelumnya adalah 2.000. Walaupun orang Moriori berdarah murni terakhir yang bernama Tommy Solomon meninggal pada tahun 1933, hingga kini masih ada beberapa ribu orang Moriori berdarah campuran.

Suku Maori juga dikenal dengan ciri khas tattoo mereka yang bermotive khas atau ciri tersendiri.pembutan tattoo suku maori dilakukan denga cara yang sangat sederhana.Tatto juga memiliki arti dan kebanggan tersendiri.Dimana hanya laki-laki yang sudah dianggap dewasa dan kesatria yang diperbolehkan memiliki tattoo.



alat-alat untuk membuat tattoo suku Maori
proses pembutan tattoo suku Maori



Demikianlah informasi yang bisa kita bagi mengenai Suku Maori semoga informasi ini bisa bermanfaat bagi anda semua.

JIKA ANDA MEMILIKI CARA,TIPS DAN SARAN TENTANG APAPUN JANGAN SUNGKAN MENGIRIMKAN ATAU MEMBAGIKAN KEPADA KAMI.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar